Wednesday 18 October 2017

Bahaya Laten Mager

Gue gak ngerti sebelumnya kenapa gue kepikiran buat tulisan yang satu ini, awalnya sih karna disuruh buat daftar sikap tidak terpuji dari dosen gue, eh malah jadi curhat kaya gini. Gue kasian ke dosen gue, bisa nangis doi baca tulisan merembet ke artikel kaya gini. Daripada mubazir, gue taro artikel ini di blog, resumannya gue tulis tangan buat dikasih ke dosen.

Sebenarnya, gue punya banyak sikap tidak terpuji, mulai dari mudah emosi, terlalu mudah rewel, buruk dalam hal mengatur keuangan, teliti dalam detail namun ceroboh secara umum, hingga rajin tetapi hanya pada hal yang sepele, namun ada sikap tercela yang paling umum gue lakukan adalah MAGER.

People jaman now (Manusia jaman sekarang) memang memiliki karakter malas yang beragam, mager sendiri merupakan kepanjangan dari ‘malas gerak’, sementara diluar sana masih ada kawan-kawan yang menemani kata ‘malas’ seperti malas berpikir, malas baca, malas mandi (karna kulit badan sulit menerima suhu air yang dingin) bahkan malas makan hingga malas tidur merupakan contoh-contoh malas masa kini yang seringkali menghiasi status-status facebook, whatsapp hingga snapgram yang tujuan aslinya memperlihatkan kegiatan, malah tidak sedikit penggunanya yang mengupload kemalasannya.

Bokap gue pernah mengatakan, gue ingat banget hari itu merupakan hari bersih-bersih rumah, sementara gue sendiri merupakan anak yang paling anti kamar sendiri kotor, hingga terbawa sampai saat gue tinggal di kosan, saat itu bokap bilang “Kok kamu jadi males beresin kamar sih?”, disitu gue curiga dan langsung gue menyadari bahwa malas gerak dalam hal sikap merupakan bahaya laten, kita tidak akan menyadari seperti apa rajin kita, namun kita akan segera melihat ketika momennya tiba, saat itu hari minggu suhu Kota Bogor yang menyejukkan, cuacanya mendukung untuk tidur, ditambah handphone yang penuh dengan tulisan artikel panditfooball memang sulit untuk ditinggali, sehingga gue lupa bergerak untuk mendukung kegiatan bersih bersih di hari libur tersebut.

Ketika gue udah berada di kota berbeda dengan kedua orang tua, ternyata sikap laten MAGER masih membayangi hari gue, contohnya setelah mengerjakan tugas di malam hari gue shut down laptop, gue tidak menunggu laptop mati namun gue langsung lemparkan badan ke tempat tidur, namun nahas ternyata laptop gue tidak bisa mati karna ada file yang harus gue klik untuk setuju di close, rasanya kasur gue udah melekat erat di badan sehingga akibat MAGER tersebut tidak memungkinkan gue untuk membawa kasur gue sembari bangkit meraih dan paksa shut down laptop tersebut, jadi gue biarkan laptop tersebut menyala hingga pagi hari.

Untuk mengatasi sikap buruk tersebut gue selalu mengingat wejangan dari kedua orang tua gue, beliau mengatakan “Kamu di Semarang jangan males, tinggal Belajar sama urusin hidup sendiri aja kok males.” Kata-kata tersebut walaupun tidak didukung dengan EBI, namun cukup ampuh untuk melawan sikap MAGER tersebut, bagi gue orang tua merupakan figur penting dan salah satu motivasi kenapa gue harus sukses dan bahagiakan mereka. Sehingga gak aneh kalo kata-kata itu gue bikin jadi motivasi supaya sikap tidak terpuji gue itu ilang.

Wednesday 11 October 2017

Regenerasi Tanpa Gap

Kring... Kring... Bunyi hujan diatas genting, bukan lagu deng, itu deskripsi suara alarm yang bangunin gue jam 5 pagi tadi, sebenernya sih udah bunyi 3 kali, soalnya gue snooze. hehe. Yaudah ulang

Kring... kring... Luwak white coffee, kopi enak nyaman di lamb.. Fakkkk

Jadi singkat aja, tadi pagi gue kebangun jam 5, tapi gak jam 5 amat sih, jam 5 lewat 55 menit lah. Terus gue cek hape ada notif dari goal.com, itu tentang Belanda yang tersingkir dari Piala Dunia 2018. Ya, itu Belanda men, Timnas idola gue setelah Inggris, Indonesia gimana? Iyalah guekan nasionalis, tapi dalam hal sepakbola bukan sisi nasionalisme cara gue menikmati permainan kulit bundar ini. Skip, jadi setelah Inggris gue emang jatuh cinta sama Timnas Belanda. Lalu ada pertanyaan lagi, apakah gue kaget setelah Timnas jagoan gue nomer dua itu tersingkir? Ga sama sekali.

Hubungan gue sama Timnas Belanda itu diawali ketika pada tahun 2010 yang lagi marak-maraknya Piala Dunia waka waka ehehe di Afsel sana, saat itu orang-orang pada ngomongin gokilnya permainan tiki-taka Spanyol, sebagai penikmat taktik sepakbola gue coba telusuri tiki taka, ternyata gue nemuin satu kata keren di salah satu artikel mengenai permainan Spanyol di PilDun "Tiki taka berawal dari total football." Total football men, coba bandingin Cetanaccio, Tiki Taka atau Samba, Total dan Football itu kata yang gak asing ditelinga gue, akhirnya sesimpel itu aja gue jadi mulai mempelajari secara bocah mengenai taktik ini, receh emang.

Prinsipnya, total football itu permainan paling atraktif menurut gue karna semua pemain yang berada di lapangan ikut bermain bola (passing, shooting, dribbling) dan aktif bergerak kesana kemari untuk menghidupkan permainan, bedanya dengan tiki-taka sih mungkin tiki-taka lebih mendewakan operan pendek dibanding total football sehingga gue kira dalam tiki taka tidak perlu yang namanya box to box karena gelandang hanya perlu mencari pemain terdekat untuk di oper, sementara total football merupakan formasi yang mendepankan bukan hanya kecerdasan pemain, selain itu juga kemampuan fisik karena pemain tetap dituntut untuk bertanggung jawab di posisi aslinya selagi membantu tim untuk mencetak skor.

Saat 2010, Timnas Belanda asuhan Bert van Marwijk merupakan tim dengan pemain generasi emasnya, disana ada Stekelenburg yang masih cekatan, bek tengah Mathijsen, Heitinga yang tangguh, bek sayap muda van Der Wiel dan kaptennya van Bronckhrost serta Robben, Sneijder yang lagi bagus bagusnya di Inter, van Persie dan manusia tanpa paru-parunya Liverpool, Dirk Kuyt di usia emasnya.

Namun ketika Belanda tersingkir kemarin, hanya tersisa Robben yang bermain dari generasi finalis Piala Dunia 2010, sisanya Ryan Babel dan Stekelenburg tidak dimainkan oleh Meneer Advocaat, sebagai tambahan Advocaat merupakan asisten dari Rinus Michels, pelatih penemu Total Football. Nah yang lebih ironis, kemenangan atas kegagalan Belanda melaju itu ditentukan oleh Robben itu sendiri.

KNVB (PSSI nya Belanda) bisa aja ngeles dengan mengatakan bahwa Skuat Belanda saat ini disiapkan untuk Piala Eropa 2020 dan Piala Dunia 2022, namun aneh ketika Timnas sebesar Belanda membuat gap regenerasi padahal hal tersebut bisa saja dihindari jika KNVB tidak melakukan banyak blunder yang mengganggu proses regen tersebut seperti membiarkan van Gaal yang membuat permainan Belanda kembali atraktif memilih melatih klub, lalu menggantinya dengan Danny Blind yang minim improvisasi, lalu menimbulkan kekacauan dengan pemilihan dini Guus Hiddink dan mengangkat Dick Advocaat ketika Belanda sedang diujung tanduk. Atas dasar itu gue dan mungkin para pecinta bola yang menyukai Timnas 'Raja tanpa mahkota' banyak yang underestimate sejak awal kualifikasi Piala Dunia 2018 mengenai langkah Belanda di even akbar 4 tahunan tersebut.

Selain Belanda gue juga gak kaget dengan pencapaian Islandia, negara berpenduduk terkecil sepanjang sejarah Piala Dunia yang berhasil masuk ke babak grup Piala Dunia 2018. Islandia sejak Piala Eropa 2016 kemaren emang gila, gimana engga dari negara kejutan yang berhasil melaju babak grup hingga hentikan langkah Inggris di babak 16 besar, dengan materi pemain seadanya, disana cuma ada Sigurdsson yang menjadi pemain mahal di Everton bahkan ketika salah satu pemain yang pernah main di klub sekelas Barca kaya Eidur Gudjonsen udah mulai uzur dan jarang tampil, sisanya pemain-pemain yang notabenenya bermain di klub medioker sekelas Reading atau Burnley di Inggris.

Islandia mengajarkan bahwa permainan sepakbola juga gak melulu soal skill, namun kolektif dan prinsip bermain yang sejak dini di tanamkan dalam tim sangat membantu kesiapan tim, Islandia dan Jerman merupakan contoh mengapa skill hanyalah anugerah, sementara anugerah jika tidak diarahkan maka akan sia sia apalagi tidak semua pemain diberikan anugerah dan kita sendiri harus tetap fight dalam hidup meski tidak diberi anugerah oleh Yang Maha Kuasa.

Lalu, gue juga mendapati fakta bahwa rata-rata pelatih sepakbola di Islandia termasuk tertinggi dibanding Inggris, sekali lagi ini menunjukan bahwa peran pelatih yang memperkenalkan prinsip dan taktik dalam bermain sepakbola merupakan unsur penting dalam mempersiapkan Tim menjadi lebih kuat.

Makanya tidak akan aneh jika Chile, Kosta Rika dan baru-baru ini Islandia selalu menggebrak event sekelas Piala Dunia, meski tanpa banyak pemain mahal didalamnya, karena prinsip penghargaan akan proses regenerasi yang selalu dimiliki mereka dan tidak akan aneh juga jika pusat kekuatan sepakbola dunia masih akan berada di tangan Timnas Jerman yang memiliki pemain kelas dunia dan ditopang oleh kesiapan DFB (PSSI-nya Jerman) yang sejak kegagalan 2010 manghadirkan kepercayaan tanpa henti terhadap proses untuk membentuk regenerasi tanpa gap.

Wednesday 30 August 2017

Orang Italia Doyan Lele

Niccolo Machiavelli, seorang bapak Politik dunia asal Italia yang sudah termahsyur namanya pernah mengatakan "Jadikan rintangan sebagai keuntungan."

Apa maksud dari kata-kata mutiara Machiavelli tadi sama cerita gue kali ini? Hmmm gak ada sih, cuma supaya opening tulisannya keren aja gitu.

Sebelum gue ambil tiket kelulusan SBMPTN yang menempatkan gue di Kota Semarang, banyak yang bilang kalo Kota Semarang itu panas, katanya kalo gak tidur pake kipas atau AC gue gabakal bisa tidur nyenyak.

Ternyata hal itu emang bener!

Akhir Agustus ini, tepat seminggu gue ngekos di Kota Semarang, tepatnya di Ngaliyan which is itu lumayan deket sama kampus gue. Walau seminggu, segala keluh kesah sampe sumpah serapah orang yang curhat ke gue mengenai Kota Semarang udah bisa gue rasain. Dan pertama kali gue ngerasain, ketika gue mulai menjajaki diri buat tidur tanpa kipas angin yang kebetulan belom kebeli sama gue. Hasilnya gue sama sekali gak bisa tidur. Baru tiduran aja udah keringetan gue, akhirnya gue tiduran dengan jendela bertralis kosan gue terbuka. Dan itu gue masih belom merasa pengen tidur.

Waktu itu jam 9 malem, didaerah gue emang katanya belom ujan sejak 1 bulan yang lalu. Pantesan, saking panasnya gue curiga, setan-setan sebelom masuk neraka pada gladi resik di Semarang.

Karna panas dan kehausan, saat itu gue pun memutuskan buat nyari minuman yang seger-seger. Gue kebetulan dipinjemin motor ibu kos kalo malem-malem soalnya buat ke jalan raya aja butuh 5 menit dengan jalan kaki. Setelah gue jalan kearah BSB, gue liat plang muka bapak-bapak putih pucat berlatar belakang warna merah senyum ke gue seperti membisikan sesuatu "Nyari yang seger-seger, dek?." Ternyata itu plang KFC. Sengaja gue jabarin ciri-cirinya biar agak panjang aja paragrap yang ini. Dan gue langsung membayangkan tenggorokan gue diguyur Mocha Float yang kadang kebanyakan es batunya.

Nah, karna KFC nya di seberang dan nyeberangnya harus ditempat khusus, akhirnya gue cari puteran. Tapi otak receh gue kembali berpikir dan seketika berkhayal isi dompet gue yang seksi karna emang tipis banget ini, kalo gue beli jajanan disono, bisa bisa gue cuma makan Indomie dari senen ke senen.

Ide mampir ke KFC pun buru-buru gue hapus.

Jalan berberapa meter lagi gue nemu tempat pecel lele, maksud hati cuma beli minum es teh eh ngeliat orang sebelah makan 2 lele goreng dengan beringasnya gue malah ngiler, ditambah mas-mas yg masak sekaligus waiter menawarkan "Gak sekalian makan mas?." Gue jadi inget terakhir kali gue di Pecel lele di Jakarta, total makan dan minum abis 60 ribu. Tapi karna saat itu muka gue udah diliatin orang dan gue berusaha mempertahankan citra cool gue, yaudah lah gue iya in aja. Dalem hati nangis.

Tapi itu lele goreng gue abisin juga sih.

Pas gue mau bayar, gue dah siapin tuh duit lembar pink yang emang sisa satu di dompet gue. Cukup terkejut gue sama biaya makan disini, gue makan minum gak sampe 30 ribu dan itu udah dapet 2 lele dan satu nasi. Itu gue akui murah banget di banding waktu gue makan di Bogor.

Semarang. Mungkin emang cukup banyak rintangan buat hidup disini, cuaca khususnya. Tapi gue yakin, masalah cuaca cuma proses adaptasi, gaada tuh gue liat dijalan orang kalo kepanasan dimotor sampe bawa-bawa ember isi aer buat semburin muka kalo udah mulai melepuh. Dan gue cukup kaget betapa mahalnya kehidupan di bogor dan jakarta dari yang selama ini gue rasain.

Om Machiavelli kalo bosen sama pasta mungkin bakal doyan lele goreng kalo waktu kuliah di Italia, ngekosnya di Semarang.

Thursday 24 August 2017

ETIKA POLITIK DALAM MEMBENTUK KREDIBILITAS MASYARAKAT

Oleh: Muhamad Farhan Maulana

Perkenalkan nama saya Muhamad Farhan Maulana, sebelumnya saya ingin berterimakasih kepada panitia PBAK UIN Walisongo 2017 yang memberi penugasan ini, karena menurut saya tema yang diberikan yaitu “Urgensi Etika Politik Indonesia” adalah hal yang harus menjadi perhatian kita semua, khususnya para pemuda calon pakar, ahli Politik di seluruh pelosok NKRI. Karna saat ini politik tanpa etika merupakan momok yang lumrah terjadi akibat keserakahan politisi dan membludaknya politik praktis dari figur publik di negeri ini.  Maka dari itu dengan membeberkan berberapa fakta, survei dari lembaga dan pendalaman politik pribadi yang dikemas melalui sebuah sistem pengkajian ilmiah, saya angkat tulisan ini dengan judul essay “ETIKA POLITIK DALAM MEMBENTUK KREDIBILITAS MASYARAKAT” .

Di era pasca reformasi ini, kita melihat kenyataan bahwa banyak tokoh masyarakat, selebritis atau sekedar figur publik yang ‘mendadak politis’, sebagian besar dari mereka tidak dibarengi dengan latar belakang politik malah masuk ke dalam lingkaran yang mestinya diisi oleh para ahlinya, sehingga mereka lupa, pura-pura lupa atau sama sekali tidak paham etika pemikiran dan sikap dalam berpolitik yang harusnya berlandaskan pancasila, yaitu kritis, mendasar, rasional, sistematis dan kompehensi.[1] Seperti halnya abrasi, kenyataan tersebut terbukti semakin membuat terkikisnya pantai kepercayaan masyarakat terhadap dunia politik di negara kita tercinta.

Etika Politik merupakan prinsip yang harus dijunjung tinggi dalam keberlangsungan politik di Indonesia. Etika tersebut menjadi salah satu aspek yang harus ditegakkan sebagai mana mestinya. Dengan demikian, politik memiliki batasan yang akan mengontrol kekuasaannya agar tidak merugikan masyarakat serta mencapai tujuan awal yaitu menjadi sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kita harus menyadari bahwa politik tanpa etika bukanlah politik yang di lahirkan untuk tujuan mulia. Politik yang seharusnya ialah dilakukan dengan pemikiran yang rasional, berpedoman nilai-nilai pancasila dan mengedapankan kepentingan rakyat Indonesia. Politik yang beretika akan mengantarkan politik negara pada satu titik dimana tidak ada penyalah gunaan kekuasaan serta menguntungkan suatu golongan. Namun nyatanya saat ini etika dalam berpolitik sedang berada di titik terendahnya. 

Akibat keserakahan dan ambisi pribadi maupun golongan tertentu, politisi Indonesia sedang kehilangan daya kritis cerdas dan etika yang benar, panggung politik Indonesia saat ini sedang menghadapi sebuah persoalan politik yang sebetulnya sungguh menggelitik, saya ambil contoh ketika seorang politisi DPR RI, Fahri Hamzah berkomentar mengenai kawannya sekaligus Ketua DPR RI Setya Novanto yang berberapa hari lalu terciduk KPK misalnya, secara terang-terangan seorang wakil Ketua DPR RI tersebut mengkritik lembaga anti korupsi dan menyalahkan mereka atas banyaknya kasus korupsi di negeri akibat tidak efektifnya lembaga tersebut.[2] Saya tidak habis pikir. Bagaimana kalau kita analogikan dengan sebuah rumah sakit dipenuhi oleh pasien yang berobat, apakah kita salahkan rumah sakitnya? Tidak, karna disitu rumah sakit sebagai tempat untuk berobat, dan semua orang menggunakan tempat sebagaimana fungsinya, lalu dengan kenyataan KPK yang berhasil menangkap sebagian besar tersangka baru, bagaimana bisa dikatakan KPK tidak efektif? Inilah sebagian kecil penyakit politik yang mendera sanubari bangsa saat ini.

Sementara itu, di lokasi lain kita lihat saja sebuah fakta yang aneh (untuk tidak dikatakan gila) bagaimana seorang tersangka korupsi masih dengan senyumnya memimpin lembaga yang kelasnya terhormat.[3] Apakah masyarakat bisa mempercayai politikus yang tidak memakai etika dalam melaksanakan amanah politiknya? Apakah kita harus percaya dengan politikus yang urat malunya bahkan sudah tidak terdeteksi lagi? Dari fakta tersebut terlihat sebuah paradoks yang nyata dalam dunia perpolitikan kita dimana mereka yang tidak baik, justru banyak bergentayangan. Posisinya pun sangat tragis, sebagai penentu nasib bangsa kedepan.

Masalahnya kemudian dengan segala bentuk carut-marut berpolitikan di negara kita ini, rakyat kemudian apatis dengan politik. Tingkat kepercayaan rakyat sebegitu rendahnya terhadap politisi dan politik seakan menjadi “barang haram” yang najis ketika di sentuh. Bahkan berberapa waktu lalu sebuah survei dilakukan oleh Tempo mendapati 51,3% dari 1200 masyarakat di 34 provinsi di Indonesia sama sekali tidak percaya pada partai politik, sebagian besar dari mereka bahkan sudah jarang mengikuti perkembangan politik di Indonesia.[4] Padahal apatisme rakyat terhadap politik bisa menjadi bumerang karena hampir semua kebijakan dan kepentingan rakyat diambil melalui jalur politik.

Maka dari itu Indonesia harus segera menelaah sistem yang menjadi pondasi politiknya. Apakah pondasinya telah kokoh dibangun dengan komitmen bersama mewujudkan Indonesia sejahtera atau menggunakan material yang mudah rapuh dimakan keserakahan manusia. Etika dapat menjadi bahan yang kuat untuk terciptanya pondasi politik yang kuat, salah satunya dengan tempatkan manusia yang benar dan ahli dibidang politik itu sendiri, bukan sekedar politik praktis yang hanya memakai nama besarnya dibidang diluar politik malah ditempatkan posisi strategis dalam strata politik. Karena hal tersebut dapat menimbulkan paradigma orang berada cepat kaya, orang hebat malah tersingkir, sementara hidupnya hanya menimbulkan citra pribadi, bukan citra pembangunan politik yang selalu digaung-gaungkan dengan indahnya lewat panggung pada masa kampanye dulu.

Kemudian kita mengenal prinsip “The right man on the right place” oleh pakar politik Peter G. Northouse.[5] Juga dalam Islam, dari hadis Bukhari nomor 6015, yang sahih dikatakan bahwa “Jika sesuatu dipasrahkan pada bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya”.[6] Begitupun dalam konteks politik.

Oleh karenanya, Etika dalam politik harus dibangun dan ditegakkan secara baik dan benar melalui politisi yang memang memiliki latar belakang politik. Politik yang memiliki kepercayaan dari masyarakat tidak akan mudah untuk di serang ketahanannya. Baik ketahanan dalam maupun luar, sehingga mampu membuat kredibilitas masyarakat meningkat yang otomatis membawa Indonesia menjadi lebih sejahtera.
            
    Mulai dari kasus E-KTP, keributan internal, lalu upaya pelemahan terhadap sebuah lembaga anti korupsi, dari berberapa contoh tersebut mungkin essay ini hanya mewakili sebagian kecil pendapat pribadi terhadap situasi politik di negara kita saat ini, masyarakat banyak menanggung kerugian akibat keserakahan para politisi yang tak beretika, dari mereka yang melecehkan aspirasi rakyat dengan bangganya duduk di bangku kehormatan, mereka dengan egoisnya berdiri kokoh diatas penderitaan rakyat. Kini rakyat sedang meringis menanti sebuah revolusi hebat oleh para calon ahli politik yang saat ini sedang membaca, mendengar atau mungkin yang sedang menulis sebuah essay sederhana ini.

DAFTAR PUSTAKA



·         [1] Prof. DR. Kaelan, M.S.. 2014. Pendidikan Pancasila. Paradigma. Yogyakarta;
·         [2] Hamzah, Fahri. “Pertanyaannya kok #15TahunKPK OTT makin banyak? Bukankah ini pengakuan korupsi tambah banyak? Lalu sukses KPK di mana?.” Cuitan dari Twitter @Fahrihamzah. 20 Juni 2017. <https://twitter.com/Fahrihamzah/status/877132894728105985;
·         [3] Suryowati, Estu. “Jadi Tersangka KPK, Novanto Tak Mundur sebagai Ketua DPR”. Kompas.com. 18 Agustus 2017 < http://nasional.kompas.com/read/2017/07/18/13425221/jadi-tersangka-kpk-novanto-tak-mundur-sebagai-ketua-dpr;
·         [4] Faiz, Ahmad. “Survei: Partai Politik Makin Tidak Dipercayai Masyarakat”. Tempo.co. 23 Maret 2017. <https://nasional.tempo.co/read/news/2017/03/23/078858765/survei-partai-politik-makin-tidak-dipercayai-masyarakat;
·         [5] G. Northouse, Peter. 1997. Leadership: Theory and Practice. Michigan;
·         [6] Tandjung, Ihsan. “Jika Bukan Ahlinya Yang Mengurus, Tunggulah Kehancuran..!”. Eramuslim.com. 16 April 2015. <https://www.eramuslim.com/suara-langit/penetrasi-ideologi/jika-bukan-ahlinya-yang-mengurus-tunggulah-kehancuran.html


*)Daftar Pustaka yang bersumber dari internet disusun sesuai dengan gaya penulisan APA (American Psychological Association)





 

Tuesday 18 July 2017

LIBURAN MURAH DI YOGYAKARTA?

Kata-kata receh mungkin sebagian besar ditulis remaja untuk anggapan seorang pelawak yang gagal lucu atau ekting asik sendiri, kalian bisa liat contohnya di program lawak salah satu televisi swasta yang kita sebut saja ANTV. Makna receh kali ini bukan berupa kiasan, buat gue receh gue ini receh beneran. Alias receh, ya duit gue receh.

Berawal dari kegiatan gue ketika libur, yaitu liburan. IYA LIBURAN. Libur lebaran tepatnya. Gue memilih sebuah kota yang menjadi judul dari sebuah lagu, lagu tersebut berjudul Yogyakarta. Sebuah kota istimewa yang selalu menyimpan sebuah cerita.

Berhubung pengalaman gue kemaren, gue punya berberapa tips bagi kamu yang pingin liburan ke Yogyakarta. Tips ini mungkin berbeda seiring tingkat ke apesan seseorang untuk berlibur murah dan meriah disana.

1. PARKIR MOBIL
Jadi ceritanya gue kan bawa mobil tuh, karna hotel sekitar Malioboro udah fullbook semua lantas gue nyari ke gang-gang, sukur-sukur dapet losmen murah. Nah gue akhirnya dapet losmen yang cocok, 350ribuan kamarnya luas dan udah dapet AC. Pas gue parkirin mobil, ternyata gue di cegat sama tukang parkir, ya ngakunya sih warga setempat yang suka jaga malem sampe pagi. Mas-masnya nawarin perlindungan mobil karna katanya didaerah situ rawan. Harga yang harus gue bayar ke mas-masnya jadi 45 ribu! Nyesek sih, judul liburan ngirit gue terancam tamat, tapi ya gakpapalah itung-itung sikap bersahabat gue dengan warga setempat dan keamanan mobil gue, gue relakan 45 ribu itu.

Cerita parkirnya belom berenti sampe situ gaes. Kalo kalian berharap parkir pinggir jalan cuma 2 rebu, atau yang paling kampret preman di Jakarta yang minta maksa 5 rebu, di jalan Sarkem (Pasar Kembang) gue nemuin fakta, kalo markir disono buat dapet angkringan pecel murah, kalian harus bayar parkir dulu, satu mobil 20 rebu! Tapi kembali lagi, 20 rebu itu terbayarkan dengan nikmatnya angkringan pecel pagi dan gorengannya yang bener-bener seger. Jadi buat 2 kali parkir di letak yang berbeda gue harus rogoh kocek sedalam 65 rebu. Padahal gue cumen beli Kopi putih cap luwak seharga 3 rebu, gorengan+sate usus 15 rebu.

2. Dua Kali Jajan di Ankringan Yang Sama
Cerita berlanjut ketika gue masih di angkringan itu, guekan pas pagi minum kopi 3 rebuan pake es. Nah pas pulangnya gue ke angkringan itu lagi buat beli minum ditengah teriknya cuaca Yogyakarta, berhubung mobil masih di parkir dideket situ juga dna gue beli miniman yang sama, jadi pas pagi gue beli 3 rebu, siangnya gue disuruh bayar 4 rebu. Beda serebu doang sih, tapi tetep aja unik.

3. NYALAIN MOTOR DI GANG!
kalo kalian nyalain motor didalem gang apalagi ngegeber-geber, gimanapun alasannya siap-siap aja buat ditegor sama para penghuni rumah di dalem gang sana. Kalau kalian ragu, biasanya didepan gang udah dikasih peringatannya kok.

4. NGEKLAKSON DI MALIOBORO
Kalo kalian mau merasa elegan dengan berkendara arogan di jl Malioboro, lebih baik gak usah deh. Kalian bakal diteriakin sama para pengunjung dan tentunya para pedagang yang sedang pusing karna banyaknya para pembeli yang menawar dagangannya. Belum lagi kalo udara disana lagi panas. Kalian akan di cap jelek kalo ngeklakson panjang kaya gitu. lagipula kan sesama pengguna, sesama berlibur, sama-sama merasakan indahnya Malioboro kok rebutan jalan.

5. JANGAN ENGGAK NAWAR
Mungkin hal ini bakal diprotes sama pedagang sekitaran malioboro ya, tapi gue mikir sape juga pedagang malioboro yg mau baca blog ini, liat 2 paragrap awal aja udah kesel duluan. Anyway, tawar menawar adalah sebuah 'budaya' dalam berbelanja, kecuali kalo nawar kitkat di alfamart, gak boleh pokoknya. nah di Malioboro, asal kalian ramah dan humble didepan mas-mas ganteng yg jualan berbagai pernak-pernik khas Yogya.

6. RAMAH
Kunci dari liburan bahagia kalian di Yogyakarta adalah RAMAH. kesiapapun, mau ke pedagang, ke tukang parkir, ke warga lewat, tukang becak, tukang bakpia, tukang angkringan, tukang bakso, tukang es sampe preman sekitar keraton, HARUS humble dan jangan merasa bahwa kalian bisa naklukkin kota ini, karna kota ini milik mereka yang benar-benar mencintai budayanya

Itu aja sih kesan dan tips dari gue selama liburan di Yogya. Jangan ragu untuk pulang ke kotamu :) - Kecuali Bogor dan Bandung, jangan, macet.

Monday 27 March 2017

Ngomongin UN Sosiologi

Halo pembaca, di pembukaan tulisan kali ini gue ingin berterimakasih karena kalian sudah menghabiskan waktu berharga kalian untuk berkunjung atau bertamu di blog yang amat tidak penting ini. Gue sebenernya bingung mau kasih intro yang menarik apa lagi karena berberapa tulisan yang lalu intronya juga kaya gini-gini aja. Anyway ini gak penting sih.

Oke jadi tanggal 10 April gue pingin melaksanakan kewajiban gue sebagai kakak kelas yang paling tua diakhir semester, adalah akhir dari masa-masa indah sebagai remaja ababil menuju sebagai mahasiswa yang kayaknya ababil juga. Ujian Nasional. Gledek.

Entah kenapa gue merasa bersyukur masuk sebagai peserta UN 2017 ini karena apa? Di UN kali ini gue cuma wajib melaksanakan 4 mata pelajaran, 3 mata pelajaran dasar dan satu lagi mata pelajaran pilihan di jurusan. Dan gue sebagai abege labil yang memiliki jiwa retorika ketinggian milih Sosiologi,

Sosiologi? kalau kalian anak IPA atau anak IPS baru yang lebih labil dari gue pasti bakal ngetawain gue atas mapel yang gue pilih, lo mungkin berpikir kalo Sosiologi itu macam mapel paling aman, yang cumen teori dan gak punya tantangan dan segala macem arti merendahkannya, kalau begitu LO ITU SALAH.

Sosiologi itu bukan ilmu terapan, sosiologi itu ilmu murni, landasannya banyak, teorinya banyak, sekarang lo itu harus hapalin bermacam-macam teori dan bermacam-macam tulisan, mulai dari filosofinya, pengertian, ciri-cirinya juga. Kurang? bukan cuma itu gaes, lo juga mesti pahamin soal dan bener-bener bertindak sebagai analitik, lo harus punya jiwa kritis tapi sesuai dengan teori yang ada.

Kadang, ketika lo berkritik dan lo bakal merasa lo itu Awkarin, manusia paling suci didunia, itu salah. misalnya gini. pas UASBN kemaren, di mapel sosiologi gue ketemu sama salah satu soal yang receh abis, gue liat tulisannya, gue berkata dalam hati, buset ini soal... gada yg lebih susah apa(?), Disitu cuma ada pilihan ganda nah kalo gue maen di logika ada 1 jawaban yang paling enak dibaca dan paling indah maknanya, puisi kali yaa. Enggak, itu jawaban paling cantik. Lalu dengan rasa percaya dirinya gue merasa paling tampan diruangan, enggak, gue pilih itu dibanding jawaban lain. Selanjutnya ada soal dengan penyelesaian tehnik serupa yg gue lakuin, 45 KELAR! Gue hore-hore dalem hati. Gue merasa manusia paling benar, melebihi emak-emak yang pingin muter kekanan, tapi ambil jalurnya langsung dari kiri.

Berberapa hari berselang gue ikut pemantapan materi pra UN yang gue ikuti pertama kali dan terakhir kali,.. Dan apa yg terjadi sodara-sodara... ternyata jawaban gue itu salah, jawaban yg gue pilih emg indah tapi.... Gak sesuai sama teori. Tiba-tiba ada gledek. Enggak, tiba-tiba rasanya dunia itu runtuh. Masalahnya itu 45 soal gue ternyata kayak asal-asalan. rasanya pingin ketawa tapi kok miris, pingin ketawa tapi pas diliat tar nilai gue jelek. Ah gila, pokoknya sosiologi itu gak semudah yang gue bayangin di awal, dan tulisan ini gue persembahkan buat lo yang merasa sosiologi ini pelajaran paling aman sedunia.

Itu aja sih dari gue, gue tinggalin dulu dunia blog. Dan sekarang mau apapun mapel yg lo pilih, lotetap harus belajar sekeras mungkin, sekeras hati doi kalo abis didiemin gegara hape dipake buat maen Mobile Legends. Gue pamit, bummm!

Thursday 16 June 2016

Web Blog Killer? - Blog dan Vlog

Assalamualaikum.

Hallo semua, salam dan semangat ramadhan. Semoga  di Ramadhan para pembaca dapat mengamalkan ramadhan sebaik mungkin dan mendapat hidayah untuk terus baca blog gue yang sederhana ini. Bisa.

Okey, kali ini gue pengen ngomongin sesuatu hal yang lagi tren akhir-akhir ini. Video Blog... Sebelumnya udah padatau dong Video Blog atau yang biasa disingkat Vlog itu apa? Gak tau? Yaelah. Masa gue mesti cari di google juga.

Sedikit tambahan aja yang gue tau nih, Video Blog atau Vlog atau Blogger yang make video adalah para blogger yang memakai video (audio-visual) sebagai media broadcast mereka. Nah biasanya nih para pelaku vlog atau biasa disebut vlogger menjadikan Youtube sebagai tempat mereka berekspresi. Tapi ada juga yang make Snapchat, IG, Path, Dsb.

Bisa dibilang Vlog ini lagi musim-musimnya terutama di Indonesia, jadi ada konspirasi geografi wahyudi yang mengatakan sebenernya Indonesia dilalui 3 musim; Panas, Hujan, Vlog *Mampus gapenting*. Bahkan, blogger yang udah bisa dibilang senior banget walopun belom tua macam Raditya Dika pun udah mulai mengepak kan sayapnya di dunia per-vlogger-an.

Ada banyak tema yang diulas para vlogger di vlognya. Misalnya Motovlog, Gamevlog, Daily Activities bahkan Vlog cuma sekedar chat chit chut sesama vlogger pun dijadikan tema oleh para blogger tersebut, namun kerennya mereka para vlogger dapat menyajikan tema-tema tersebut menjadi hal yang dapat membuat para penikmatnya  keliatan buang-buang kuota cumen untuk menonton atau mendengar mereka ngomong. Praktek hipnotis modern gaes, hati hati!

Kembali kejudul, gue mengangkat judul 'Web blog killer?' nah yang dimaksud adalah Vlog. Apakah vlog adalah sebuah killernya webblog? Wow wow wow. Gue khawatir terjadi bentrokan antar vlogger dan blogger semacam ojek online dan ojek pangkalan. Tapi itu mungkin gaakan terjadi. Karna disini gue yakin bahwa blogger maupun vlogger akan lebih siap bermain disegmennya untuk menyedot para peselancar web.

Nah, pertanyaannya menjamur, ada kalimat 'segmen' disana. Lantas apakah benar ada segmentasi diantara vlog dan blog yang memisahkan keduanya? Padahal fondasi vlog adalah dari blog itu sendiri.

Vlog dan blog sebenernya perbedaannya sedikit, seperti yang gue bilang, vlog didasari oleh ke-modern-an blog yang mana pembaca secara tidak langsung maupun langsung menuntut suatu hal yang lebih baru dari sekedar hanya membaca, di vlog bukan mata yang digerakan, tapi yang dilihat pembaca adalah yang bergerak. So, itu adalah esensi dari sebuah teknologi, yaitu menyimpelkan apa yang bisa disimpelkan. Tema-tema vlog pun tidak berbeda jauh dari blog. Bahkan cenderung sama. Bedanya cumen kalo di vlog tangan gue gaakan pegel2 buat ngetik kek gini. Paling capek karna act like seniman supaya penonton tetep terhibur

Jadi simpulannya ya gitu. Vlog adalah blog, blog adalah vlog. Keduanya sama namun tak serupa. Hanya media yang dipakai keduanya yang berbeda. Dari segi segmennya menurut gue vlog bisa masuk kedalam kategori blog, istilahnya seperti misalnya 'Judul'-nya blog, nah 'Sub-Judul'-nya itu vlog. Vlog dan blog sama saja, tinggal bagaimana kreatif para blogger maupun vlogger yang dapat menarik pembaca atau penonton. Gitu.

Itu aja sih dari gue tentang berberapa analisis yang bisa gue kemukakan tentang vlog dan blog. Jadi gak ada tawuran antar blogger dan vlogger ya. Kalopun ada gue bakal ikut sebagai tukang bacang. Ga kena ya? Yaudah lah bodo amat

Wassalamualaikum,